INPEST Siapkan Laporan Dugaan Perkebunan Sawit 1.200 Hektare di Kawasan Hutan untuk Disita Negara
Ketua Umum INPEST, Ir. Marganda Simamora, SH, M.Si
Inhil, Satuju.com – Yayasan Sahabat Alam Rimba (SALAMBA) menyatakan siap melaporkan aktivitas perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari 1.200 hektare yang diduga berada di dalam kawasan hutan negara di Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Perkebunan tersebut berada di areal eks PT Sari Hijau Mutiara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi.
Ketua Umum lembaga Independen Pembawa Suara Transparansi INPEST, Ir, Marganda Simamora . SH. M.Si yang juga Yayasan Sahabat Alam Rimba (SALAMBA) aktivis yang akrab di panggil Ganda Mora, mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil investigasi lapangan, pembangunan perkebunan sawit dilakukan tanpa izin dari Menteri Kehutanan, sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut Ganda, di lokasi tersebut ditemukan pembangunan blok kebun, parit, jalan akses, hingga perumahan karyawan, yang menunjukkan adanya pengelolaan aktif dan terstruktur.
Dua Perkebunan Diduga Beroperasi Tanpa Izin
Marganda menjelaskan, salah satu perkebunan yang berada di kawasan hutan itu diduga milik Swandi dan dikelola oleh anaknya bernama Acai dengan luas sekitar 800 hektare, terdiri atas:
- 400 ha lahan produktif
- 150 ha tanaman baru
- 250 ha dalam tahap pengembangan di lahan bekas kebakaran
Produksi tandan buah segar (TBS) mencapai 400 ton setiap 15 hari, atau sekitar 800 ton per bulan, dengan nilai ekonomi diperkirakan mencapai Rp 2,4 miliar per bulan.
Di sisi lain, perkebunan yang berada di area bersepadan diperkirakan milik Ali Sati Firman, juga dikelola oleh Acai, dengan luas sekitar 500 hektare. Produksinya mencapai 500 ton per 15 hari, atau sekitar 1.000 ton per bulan, dengan potensi pendapatan sebesar Rp 3 miliar per bulan.
Dugaan Pelanggaran Hukum
Menurut INPEST, aktivitas perkebunan tersebut melanggar sejumlah regulasi, di antaranya:
1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Pasal 50 ayat (3) huruf a dan b, yang melarang penggunaan kawasan hutan secara tidak sah dan merambah kawasan hutan.
- Pasal 78, yang mengatur sanksi pidana bagi pihak yang menguasai atau menggunakan kawasan hutan tanpa izin dari pemerintah.
2. UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (perubahan dari UU No. 18/2004 dan meneruskan UU 39/2009)
- Pasal 105, yang melarang pengusahaan perkebunan tanpa izin usaha perkebunan (IUP).
3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Pasal 36, yang mensyaratkan izin lingkungan bagi setiap kegiatan yang berdampak besar pada lingkungan.
- Pasal 98–103, tentang sanksi pidana pencemaran lingkungan dan perusakan ekosistem.
4. PP No. 45 Tahun 2025 tentang Sanksi Administratif di Bidang Kehutanan
- Menetapkan denda Rp 25 juta per hektare bagi kegiatan pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin.
Berdasarkan aturan tersebut, kata Ganda Mora, Swandi berpotensi dikenai denda administratif sebesar Rp 25 juta x 800 ha = Rp 200 miliar.
Sedangkan Ali Sati Firman berpotensi dikenai denda Rp 25 juta x 500 ha = Rp 125 miliar.
INPEST Akan Ajukan Gugatan ke PN Tembilahan
Selain melaporkan ke pihak berwenang, INPEST juga menyiapkan gugatan legal standing ke Pengadilan Negeri Tembilahan.
Materi gugatan akan menuntut negara:
- Mengembalikan fungsi kawasan hutan ke kondisi semula,
- Memerintahkan pemilik perkebunan untuk menumbang (menebang) seluruh tanaman sawit,
- Memerintahkan penanaman kembali tanaman kehutanan sesuai ketentuan rehabilitasi hutan.
Ganda Mora menegaskan bahwa langkah ini penting demi menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah kerugian negara akibat pengelolaan hutan tanpa izin.
“Kami serius untuk pelestarian lingkungan dan mencegah kerugian negara dari sektor kehutanan yang dikelola tanpa perizinan,” ujar Ganda Mora dalam konferensi pers di sebuah kafe di Jalan Soekarno Hatta, Selasa (25/11/2025).
Ia juga menegaskan bahwa lembaganya tidak akan mundur dalam memperjuangkan transparansi pengelolaan sumber daya alam.
Pertanyaan ke Kementerian Kehutanan
Ganda Mora juga memberikan konfirmasi bahwa INPEST telah mengajukan beberapa pertanyaan ke Halid, Kepala Gakkum Sumatera Kementerian Kehutanan, untuk meminta klarifikasi terkait SK Datin yang diterbitkan bagi beberapa pengusaha:
Apakah SK Datin yang diurus untuk beberapa pengusaha merupakan izin resmi, dan jika bukan, tahapan apa saja yang harus dilakukan pemilik SK Datin?
Jika pemilik SK Datin tidak melakukan tahapan, seperti pembayaran denda administrasi, apa langkah yang akan diambil Kementerian Kehutanan atau pemerintah?
Saat ini banyak SK Datin yang sudah terdaftar tetapi juga disita oleh PKH, apa tanggapan pihak kementerian?
Hingga berita ini diterbitkan, Rabu (26/11/2025), pihak Kementerian Kehutanan belum memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

