Irsan EN IEOA: PT Daka Group di Sultra Belum Kantongi PPKH dari KLHK, Ini Catatan BPK Soal Izin Kehutanan
Peta IUP. (poto/EN IEOA/ist).
Jakarta, Satuju.com - Eksekutif Nasional (EN) Indonesian Environmental Oberserver Association (IEOA) kembali menyoroti aktivitas PT Daka Group, sebuah perusahaan pertambangan yang beroperasi di Desa Boedingi, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Rabu, (26/11/2025).
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023.
Keputusan tersebut dikeluarkan karena PT Daka Group belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
Dalam SK tersebut, PT Daka Group dicantumkan dalam nomor urut 12 dengan luasan indikatif area terbuka di Kawasan Hutan Produksi (HPT) seluas 7,92 hektar.
Menurut Irsan, hasil surat keputusan Kemenhut harus menjadi pedoman mengingat aktivitas, PT Daka Grup melakukan aktivitas penambangan di wilayah kawasan rumah sekolah SDN 3 Lasolo Kepulauan, yang diduga kuat tanpa izin yang sah. Perusahaan tersebut belum mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), namun diduga tetap melakukan kegiatan operasional di area tersebut. Temuan ini memperkuat dugaan adanya praktik kejahatan lingkungan, Infrastuktur dan pelanggaran terhadap regulasi pertambangan nasional.
Tidak hanya soal izin kehutanan, menurut hasil audit Badan Pemeriksaaan Keuangan (BPK) juga mencatat bahwa PT Daka Group (PT DG) belum memenuhi kewajiban lingkungan seperti penempatan dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) dan Dana Pasca Tambang.
Kewajiban ini seharusnya dipenuhi oleh setiap perusahaan tambang untuk memastikan pemulihan lingkungan pasca aktivitas pertambangan," jelasnya.
Berdasarkan data Mineral One Data Indonesia (MODI) milik Kementerian ESDM, pemilik PT Daka Grup tercatat atas nama Isra (Komisaris) dan Adik mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi yakni Sahrin (Direktur) tidak masuk dalam data base yang mengantongi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Direktur Eksekutif EN IEO, Irsan Aprianto Ridham, menegaskan bahwa temuan ini tidak boleh diabaikan dan pemerintah pusat harus segera turun tangan," terangnya kepada redaksi satuju.com, Kamis, (27/11/2025).
“Ini adalah bentuk nyata pembangkangan terhadap hukum dan bukti bahwa negara dirugikan secara terang-terangan. Kami mendesak KLHK, ESDM, dan Aparat Penegak Hukum untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap PT DG di Konawe Utara. Aktivitas ilegal seperti ini tidak boleh dibiarkan karena hanya menguntungkan segelintir pihak dan merusak lingkungan serta masa depan masyarakat Sulawesi Tenggara,” tegas Irsan Aprianto.
“Cukup disayangkan, namun nampaknya PT Daka Group ini belum tahu posisi sebenarnya, jadi wajar saja jika mereka merasa kebal hukum".
“EN IEO juga menyatakan bakal melakukan aksi demonstrasi di Jakarta untuk mengawal kasus ini sampai tuntas dan memastikan negara hadir dalam menindak perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran hukum.”tutupnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan maupun instansi terkait belum memberikan keterangan resmi atas tudingan yang disampaikan EN IEO.

